Kamis, 30 Desember 2010

Proses Terjadinya Pelangi

Pelangi merupakan salah satu pemandangan indah yang jarang kita lihat. Jika dilihat, bentuk pelangi seperti busur di langit biru yang muncul karena pembiasan dari sinar matahari ketika hujan Kira-kira di mana ya pelangi bisa terlihat? Biasanya pelangi bisa dilihat di daerah pegunungan atau ketika mendung atau ketika hujan baru berhenti turun. Pelangi merupakan satu-satunya gelombang elektromagnetik yang dapat kita lihat. Ia terdiri dari beberapa spektrum warna. Teman-teman bisa menyebutkan warna apa sajakah yang bisa kita lihat pada pelangi tersebut? Ya, benar, di antara warna tersebut adalah merah, kuning, hijau, biru, jingga, ungu dan sebenarnya ada warna-warna lain yang tidak dapat kita lihat langsung dengan mata. Warna merah memiliki panjang gelombang paling besar, sedangkan violet memiliki panjang gelombang terkecil. Bagaimana pelangi terbentuk ? Coba kita amati ketika sinar matahari mengenai cermin siku-siku atau tepi prisma gelas, atau permukaan buih sabun, kita melihat berbagai warna dalam cahaya. Apa yang terjadi adalah cahaya putih dibiaskan menjadi berbagai panjang gelombang cahaya yang terlihat oleh mata kita sebagai merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu. Panjang gelombang cahaya ini membentuk pita garis-garis paralel, tiap warna bernuansa dengan warna di sebelahnya. Pita ini disebut “spektrum”. Di dalam spektrum, garis merah selalu berada pada salah satu ujung dan biri serta ungu disisi lain, dan ini ditentukan oleh perbedaan panjang gelombang. Ketika kita melihat pelangi, sama saja dengan ketika kita melihat spektrum. Bahkan, pelangi adalah spketrum melengkung besar yang disebabkan oleh pembiasan cahaya matahari. Ketika cahaya matahari melewati tetesan air, ia membias seperti ketika melalui prisma kaca. Jadi didalam tetesan air, kita sudah mendapatkan warna yang berbeda memanjang dari satu sisi ke sisi tetesan air lainnya. Beberapa dari cahaya berwarna ini kemudian dipantulkan dari sisi yang jauh pada tetesan air, kembali dan keluar lagi dari tetesan air. Cahaya keluar kembali dari tetesan air kearah yang berbeda, tergantung pada warnanya. Dan ketika kita melihat warna-warna ini pada pelangi, kita akan melihatnya tersusun dengan merah di paling atas dan ungu di paling bawah pelangi. Pelangi hanya dapat dilihat saat hujan bersamaan dengan matahari bersinar, tapi dari sisi yang berlawanan dengan si pengamat. Posisi kita harus berada diantara matahari dan tetesan air dengan matahari dibekalang kita. Matahari, mata kita dan pusat busur pelangi harus berada dalam satu garis lurus.

Ditemukan Tata Surya Terbesar


Sebuah sistem tata surya yang terdiri dari satu bintang dan tujuh planet terdeteksi berjarak 127 tahun cahaya dari bumi. Diperkirakan, tata surya ini terbesar di alam semesta, dan melebihi matahari.

Seperti dilansir Dailymail Rabu, 25 Agustus 2010, para astronom telah mempelajari sistem ini selama enam tahun dengan menggunakan instrumen penemu planet yang disebut HARPS spectrograph di La Silla, Chile.

"Ini merupakan penemuan luar biasa. Ini pun menunjukkan fakta bahwa kita memasuki era baru dalam penelitian exoplanet (planet di luar sistim tata turya): studi kompleks mengenai sestem planet," kata Christophe Lovis yang memimpin ilmuwan European Southern Observatory (ESO).

Dia menjelaskan bahwa studi pergerakan sistem planet ini mengungkap kompleksitas interaksi dari gravitasi antar planet. Temuan ini, kata dia, memberikan pencerahan bagi ilmuwan terkait evolusi jangka panjang sistem planet-planet ini.

Pakar astronomi telah mengkonfirmasi keberadaan lima planet di sistem tata surya yang baru ditemukan ini dan sedang meraba-raba dua lainnya karena belum terjangkau. Jarak induk bintang tata surya ini mengikuti pola umum sebuah tata surya seperti matahari. Bintang induknya dinamai HD 10180, berada di bagian selatan kumpulan bintang Hydrus, dan berjarak 127 tahun cahaya.

Lima planet dalam tata surya ini mengorbit dari enam sampai 600 hari. Jarak planet-planet dari HD 10180 bervariasi mulai 0,06 sampai 1,4 kali jarak bumi-matahari. Sementara massanya berkisar antara 13 sampai 25 kali bumi.

Dr. Lovis menambahkan para ilmuwan memiliki alasan cukup kuat untuk menyatakan bahwa dua planet lainnya memang ada. "Satu akan seperti Saturnus (dengan massa minimal 65 kali massa Bumi) dan mengorbit dalam 2.200 hari. Satu lagi, akan lebih kecil, sekitar 1,4 kali massa Bumi," jelasnya.

Planet ini, kata dia, mungkin seperti bumi yang dipenuhi bebatuan. Namun, ilmuwan ragu di planet ini ada kehidupan, karena terlalu dekat dengan bintang induk sehingga sangat panas.

Sumber : Vivanews

Ulasan Tata Surya


Tata Surya adalah kumpulan benda langit yang terdiri atas sebuah bintang yang disebut matahari dan semua obyek yang yang mengelilinginya.

Obyek-obyek tersebut termasuk delapan buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, lima planet-planet kerdil/katai, 173 satelit-satelit alami yang telah diidentifikasi[b], dan jutaan benda langit (meteor, asteroid, komet) lainnya.

Tata Surya terbagi menjadi Matahari, empat planet bagian dalam, sabuk asteroid, empat planet bagian luar, dan di bagian terluar adalah Sabuk Kuiper dan piringan tersebar. Awan Oort diperkirakan terletak di daerah terjauh yang berjarak sekitar seribu kali di luar bagian yanng terluar.

Berdasarkan jaraknya, kedelapan planet itu ialah:

1. Merkurius (57.900.000 km)
2. Venus (108.000.000 km)
3. Bumi (150.000.000 km)
4. Mars (228.000.000 km)
5. Jupiter (779.000.000 km)
6. Saturnus (1.430.000.000 km)
7. Uranus (2.880.000.000 km)
8. Neptunus (4.500.000.000 km)

Sejak pertengahan 2008, ada lima obyek angkasa yang diklasifikasikan sebagai planet kerdil, yang orbitnya - kecuali Ceres - berada lebih jauh dari Neptunus. Kelima planet katai itu adalah:

1. Ceres (415.000.000 km. di sabuk asteroid; dulunya diklasifikasikan sebagai planet kelima)
2. Pluto (5.906.000.000 km.; dulunya diklasifikasikan sebagai planet kesembilan)
3. Haumea (6.450.000.000 km)
4. Makemake (6.850.000.000 km)
5. Eris (10.100.000.000 km)

Enam dari kedelapan planet dan tiga dari kelima planet kerdil itu dikelilingi oleh satelit alami, yang biasa disebut dengan "bulan" sesuai dengan Bulan atau satelit alami Bumi. Masing-masing dari planet bagian luar dikelilingi oleh cincin planet yang terdiri dari debu dan partikel lain.

Sumber : Google

Teori Terbentuknya Tata Surya

TEORI KABUT

Teori Kabut disebut juga Teori Nebula.Teori tersebut dikemukakan oleh Immanuel Kart dan Simon de Laplace.Menurut teori ini mula-mula ada sebuah nebula yang baur dan hampir bulat yang berotasi dengan kecepatan sangat lambat sehingga mulai menyusut.Akibatnya terbentuklah sebuah cakram datar bagian tengahnya.penyusutan berlanjut dan terbentuk matahari di pusat cakram.Cakram berotasi lebih cepat sehinggabagian tepi-tepi cakram terlepas membentuk gelang-gelang bahan.Kemudian bahan dalam gelang-gelang memadat menjadi planet-planet yang berevolusi mengitari Matahari.

TEORI PLANETESIMAL

Teori Planetesimal dikemukakan oleh T.C Chamberlein dan F.R Moulton.Menurut teori ini,Matahari sebelumnya telah ada sebagai salah satu dari bintang-bintang yang banyak di langit.Suatu ketika bintang berpapasan dengan Matahari dalam jarak yang dekat.Karena jarak yang dekat, tarikan gravitasi bintang yang lewat sebagian bahan dari Matahari(mirip lidah raksasa) tertarik ke arah bintaang tersebut.Saat bintang menjauh, lidah raksasa itu sebagian jatuh ke Matahari dan sebagian lagi terhambur menjadi gumpalan kecil atau planetesimal.Planetesimal-planetesimal melayang di angkasa dalam orbit mengitari Matahari.Dengan tumbukan dan tarikan gravitasi, planetesimal besar menyapu yang lebih kecil dan akhirnya menjadi planet.

TEORI BINTANG KEMBAR

Menurut Teori Bintang Kembar,dahulu Matahari merupakan bintang kembar kemudian bintang kembarannya meledak menjadi kepingan-kepingan.Karena pengaruh gaya gravitasi bintang yang tidak meledak(Matahari),maka kepingan-kepingan itu bergerak mengitari bintang tersebut dan menjadi planet-planet.

TEORI PASANG SURUT


Teori Pasang Surut pertama kali disampaikan oleh Buffon.Buffon menyatakan bahwa tata surya berasal dari materi Matahari yang terlempar akibat bertumbukan dengan sebuah komet.

Teori pasang surut yang disampaikan Buffon kemudian diperbaiki oleh Sir James Jeans dan Harold Jeffreys.Mereka berpendapat bahwa tata surya terbentuk oleh efek pasang gas-gas Matahari akibat gaya gravitasi bintang besar yang melintasi Matahari.Gas-gas tersebut terlepas dan kemudian mengelilingi Matahari.Gas-gas panas tersebut kemudian berubah menjadi bola-bola cair dan secara berlahan mendingin serta membentuk lapisan keras menjadi planet-planet dan satelit.

TEORI AWAN DEBU(PROTO PLANET)

Teori ini dikemukakan oleh Carl von Weizsaecker kemudian disempurnakan oleh Gerard P.Kuiper pada tahun 1950.Teori proto planet menyatakan bahwa tata surya terbentuk oleh gumpalan awan gas dan yang jumlahnya sangat banyak.Suatu gumpalan mengalami pemampatan dan menarik partikel-partikel debu membentuk gumpalan bola.Pada saat itulah terjadi pilinan yang membuat gumpalan bola menjadi pipih menyerupai cakram (tebal bagian tengah dan pipih di bagian tepi).Karena bagian tengah berpilin lambat mengakibatkan terjadi tekanan yang menimbulkan panas dan cahaya(Matahari).Bagian tepi cakram berpilin lebih cepat sehingga terpecah menjadi gumpalan yang lebih kecil.Gumpalan itu kemudian membeku menjadi planet dan satelit.

Sumber : Google

Tata Surya Bagian Luar



Keempat planet luar, yang disebut juga planet raksasa gas (gas giant), atau planet jovian, secara keseluruhan mencakup 99 persen massa yang mengorbit matahari. Yupiter dan Saturnus sebagian besar mengandung hidrogen dan helium; Uranus dan Neptunus memiliki proporsi es yang lebih besar. Para astronom mengusulkan bahwa keduanya dikategorikan sendiri sebagai raksasa es. Keempat raksasa gas ini semuanya memiliki cincin, meski hanya sistem cincin Saturnus yang dapat dilihat dengan mudah dari bumi.

Yupiter

Yupiter (5,2 SA), dengan 318 kali massa bumi, adalah 2,5 kali massa dari gabungan seluruh planet lainnya. Kandungan utamanya adalah hidrogen dan helium. Sumber panas di dalam Yupiter menyebabkan timbulnya beberapa ciri semi-permanen pada atmosfernya, sebagai contoh pita pita awan dan Bintik Merah Raksasa. Sejauh yang diketahui Yupiter memiliki 63 satelit. Empat yang terbesar, Ganymede, Callisto, Io, dan Europa menampakan kemiripan dengan planet kebumian, seperti gunung berapi dan inti yang panas. Ganymede, yang merupakan satelit terbesar di Tata Surya, berukuran lebih besar dari Merkurius.

Saturnus

Saturnus (9,5 SA) yang dikenal dengan sistem cincinnya, memiliki beberapa kesamaan dengan Yupiter, sebagai contoh komposisi atmosfernya. Meskipun Saturnus hanya sebesar 60% volume Yupiter, planet ini hanya seberat kurang dari sepertiga Yupiter atau 95 kali massa bumi, membuat planet ini sebuah planet yang paling tidak padat di Tata Surya. Saturnus memiliki 60 satelit yang diketahui sejauh ini (dan 3 yang belum dipastikan) dua di antaranya Titan dan Enceladus, menunjukan activitas geologis, meski hampir terdiri hanya dari es saja.Titan berukuran lebih besar dari Merkurius dan merupakan satu-satunya satelit di Tata Surya yang memiliki atmosfer yang cukup berarti.

Uranus

Uranus (19,6 SA) yang memiliki 14 kali massa bumi, adalah planet yang paling ringan di antara planet-planet luar. Planet ini memiliki kelainan ciri orbit. Uranus mengedari matahari dengan bujkuran poros 90 derajad pada ekliptika. Planet ini memiliki inti yang sangat dingin dibandingkan gas raksasa lainnya dan hanya sedikit memancarkan energi panas. Uranus memiliki 27 satelit yang diketahui, yang terbesar adalah Titania, Oberon, Umbriel, Ariel dan Miranda.

Neptunus

Neptunus (30 SA) meskipun sedikit lebih kecil dari Uranus, memiliki 17 kali massa bumi, sehingga membuatnya lebih padat. Planet ini memancarkan panas dari dalam tetapi tidak sebanyak Yupiter atau Saturnus. Neptunus memiliki 13 satelit yang diketahui. Yang terbesar, Triton, geologinya aktif, dan memiliki geyser nitrogen cair. Triton adalah satu-satunya satelit besar yang orbitnya terbalik arah (retrogade). Neptunus juga didampingi beberapa planet minor pada orbitnya, yang disebut Trojan Neptunus. Benda-benda ini memiliki resonansi 1:1 dengan Neptunus.

Sumber : Wikipedia

Tata Surya Bagian Dalam


Planet-planet bagian dalam. Dari kiri ke kanan: Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars (ukuran menurut skala)

Empat planet bagian dalam atau planet kebumian (terrestrial planet) memiliki komposisi batuan yang padat, hampir tidak mempunyai atau tidak mempunyai bulan dan tidak mempunyai sistem cincin. Komposisi Planet-planet ini terutama adalah mineral bertitik leleh tinggi, seperti silikat yang membentuk kerak dan selubung, dan logam seperti besi dan nikel yang membentuk intinya. Tiga dari empat planet ini (Venus, Bumi dan Mars) memiliki atmosfer, semuanya memiliki kawah meteor dan sifat-sifat permukaan tektonis seperti gunung berapi dan lembah pecahan. Planet yang letaknya di antara matahari dan bumi (Merkurius dan Venus) disebut juga planet inferior.

Merkurius

Merkurius (0,4 SA dari matahari) adalah planet terdekat dari matahari serta juga terkecil (0,055 massa bumi). Merkurius tidak memiliki satelit alami dan ciri geologisnya di samping kawah meteorid yang diketahui adalah lobed ridges atau rupes, kemungkinan terjadi karena pengerutan pada perioda awal sejarahnya.] Atmosfer Merkurius yang hampir bisa diabaikan terdiri dari atom-atom yang terlepas dari permukaannya karena semburan angin matahari.Besarnya inti besi dan tipisnya kerak Merkurius masih belum bisa dapat diterangkan. Menurut dugaan hipotesa lapisan luar planet ini terlepas setelah terjadi tabrakan raksasa, dan perkembangan ("akresi") penuhnya terhambat oleh energi awal matahari.

Venus


Venus (0,7 SA dari matahari) berukuran mirip bumi (0,815 massa bumi). Dan seperti bumi, planet ini memiliki selimut kulit silikat yang tebal dan berinti besi, atmosfernya juga tebal dan memiliki aktivitas geologi. Akan tetapi planet ini lebih kering dari bumi dan atmosfernya sembilan kali lebih padat dari bumi. Venus tidak memiliki satelit. Venus adalah planet terpanas dengan suhu permukaan mencapai 400 °C, kemungkinan besar disebabkan jumlah gas rumah kaca yang terkandung di dalam atmosfer. Sejauh ini aktivitas geologis Venus belum dideteksi, tetapi karena planet ini tidak memiliki medan magnet yang bisa mencegah habisnya atmosfer, diduga sumber atmosfer Venus berasal dari gunung berapi.

Bumi

Bumi (1 SA dari matahari) adalah planet bagian dalam yang terbesar dan terpadat, satu-satunya yang diketahui memiliki aktivitas geologi dan satu-satunya planet yang diketahui memiliki mahluk hidup. Hidrosfer-nya yang cair adalah khas di antara planet-planet kebumian dan juga merupakan satu-satunya planet yang diobservasi memiliki lempeng tektonik. Atmosfer bumi sangat berbeda dibandingkan planet-planet lainnya, karena dipengaruhi oleh keberadaan mahluk hidup yang menghasilkan 21% oksigen. Bumi memiliki satu satelit, bulan, satu-satunya satelit besar dari planet kebumian di dalam Tata Surya.

Mars

Mars (1,5 SA dari matahari) berukuran lebih keci dari bumi dan Venus (0,107 massa bumi). Planet ini memiliki atmosfer tipis yang kandungan utamanya adalah karbon dioksida. Permukaan Mars yang dipenuhi gunung berapi raksasa seperti Olympus Mons dan lembah retakan seperti Valles marineris, menunjukan aktivitas geologis yang terus terjadi sampai baru belakangan ini. Warna merahnya berasal dari warna karat tanahnya yang kaya besi.Mars mempunyai dua satelit alami kecil (Deimos dan Phobos) yang diduga merupakan asteroid yang terjebak gravitasi Mars.

Sumber : Wikipedia

Struktur Tata Surya



Komponen utama sistem Tata Surya adalah matahari, sebuah bintang deret utama kelas G2 yang mengandung 99,86 persen massa dari sistem dan mendominasi seluruh dengan gaya gravitasinya.[5] Yupiter dan Saturnus, dua komponen terbesar yang mengedari matahari, mencakup kira-kira 90 persen massa selebihnya.[c]

Hampir semua objek-objek besar yang mengorbit matahari terletak pada bidang edaran bumi, yang umumnya dinamai ekliptika. Semua planet terletak sangat dekat pada ekliptika, sementara komet dan objek-objek sabuk Kuiper biasanya memiliki beda sudut yang sangat besar dibandingkan ekliptika.

Planet-planet dan objek-objek Tata Surya juga mengorbit mengelilingi matahari berlawanan dengan arah jarum jam jika dilihat dari atas kutub utara matahari, terkecuali Komet Halley.

Hukum Gerakan Planet Kepler menjabarkan bahwa orbit dari objek-objek Tata Surya sekeliling matahari bergerak mengikuti bentuk elips dengan matahari sebagai salah satu titik fokusnya. Objek yang berjarak lebih dekat dari matahari (sumbu semi-mayor-nya lebih kecil) memiliki tahun waktu yang lebih pendek. Pada orbit elips, jarak antara objek dengan matahari bervariasi sepanjang tahun. Jarak terdekat antara objek dengan matahari dinamai perihelion, sedangkan jarak terjauh dari matahari dinamai aphelion. Semua objek Tata Surya bergerak tercepat di titik perihelion dan terlambat di titik aphelion. Orbit planet-planet bisa dibilang hampir berbentuk lingkaran, sedangkan komet, asteroid dan objek sabuk Kuiper kebanyakan orbitnya berbentuk elips.

Untuk mempermudah representasi, kebanyakan diagram Tata Surya menunjukan jarak antara orbit yang sama antara satu dengan lainnya. Pada kenyataannya, dengan beberapa perkecualian, semakin jauh letak sebuah planet atau sabuk dari matahari, semakin besar jarak antara objek itu dengan jalur edaran orbit sebelumnya. Sebagai contoh, Venus terletak sekitar sekitar 0,33 satuan astronomi (SA) lebih dari Merkurius[d], sedangkan Saturnus adalah 4,3 SA dari Yupiter, dan Neptunus terletak 10,5 SA dari Uranus. Beberapa upaya telah dicoba untuk menentukan korelasi jarak antar orbit ini (hukum Titus-Bode), tetapi sejauh ini tidak satu teori pun telah diterima.

Hampir semua planet-planet di Tata Surya juga memiliki sistem sekunder. Kebanyakan adalah benda pengorbit alami yang disebut satelit, atau bulan. Beberapa benda ini memiliki ukuran lebih besar dari planet. Hampir semua satelit alami yang paling besar terletak di orbit sinkron, dengan satu sisi satelit berpaling ke arah planet induknya secara permanen. Empat planet terbesar juga memliki cincin yang berisi partikel-partikel kecil yang mengorbit secara serempak.

Terminologi


Secara informal, Tata Surya dapat dibagi menjadi tiga daerah. Tata Surya bagian dalam mencakup empat planet kebumian dan sabuk asteroid utama. Pada daerah yang lebih jauh, Tata Surya bagian luar, terdapat empat gas planet raksasa.[6] Sejak ditemukannya Sabuk Kuiper, bagian terluar Tata Surya dianggap wilayah berbeda tersendiri yang meliputi semua objek melampaui Neptunus.[7]

Secara dinamis dan fisik, objek yang mengorbit matahari dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan: planet, planet kerdil, dan benda kecil Tata Surya. Planet adalah sebuah badan yang mengedari matahari dan mempunyai massa cukup besar untuk membentuk bulatan diri dan telah membersihkan orbitnya dengan menginkorporasikan semua objek-objek kecil di sekitarnya. Dengan definisi ini, Tata Surya memiliki delapan planet: Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, dan Neptunus. Pluto telah dilepaskan status planetnya karena tidak dapat membersihkan orbitnya dari objek-objek Sabuk Kuiper.[8] Planet kerdil adalah benda angkasa bukan satelit yang mengelilingi matahari, mempunyai massa yang cukup untuk bisa membentuk bulatan diri tetapi belum dapat membersihkan daerah sekitarnya.[8] Menurut definisi ini, Tata Surya memiliki lima buah planet kerdil: Ceres, Pluto, Haumea, Makemake, dan Eris.[9] Objek lain yang mungkin akan diklasifikasikan sebagai planet kerdil adalah: Sedna, Orcus, dan Quaoar. Planet kerdil yang memiliki orbit di daerah trans-Neptunus biasanya disebut "plutoid".[10] Sisa objek-objek lain berikutnya yang mengitari matahari adalah benda kecil Tata Surya.[8]

Ilmuwan ahli planet menggunakan istilah gas, es, dan batu untuk mendeskripsi kelas zat yang terdapat di dalam Tata Surya. Batu digunakan untuk menamai bahan bertitik lebur tinggi (lebih besar dari 500 K), sebagai contoh silikat. Bahan batuan ini sangat umum terdapat di Tata Surya bagian dalam, merupakan komponen pembentuk utama hampir semua planet kebumian dan asteroid. Gas adalah bahan-bahan bertitik lebur rendah seperti atom hidrogen, helium, dan gas mulia, bahan-bahan ini mendominasi wilayah tengah Tata Surya, yang didominasi oleh Yupiter dan Saturnus. Sedangkan es, seperti air, metana, amonia dan karbon dioksida,[11] memiliki titik lebur sekitar ratusan derajat kelvin. Bahan ini merupakan komponen utama dari sebagian besar satelit planet raksasa. Ia juga merupakan komponen utama Uranus dan Neptunus (yang sering disebut "es raksasa"), serta berbagai benda kecil yang terletak di dekat orbit Neptunus.[12]

Istilah volatiles mencakup semua bahan bertitik didih rendah (kurang dari ratusan kelvin), yang termasuk gas dan es; tergantung pada suhunya, 'volatiles' dapat ditemukan sebagai es, cairan, atau gas di berbagai bagian Tata Surya.

Zona planet


Di zona planet dalam, Matahari adalah pusat Tata Surya dan letaknya paling dekat dengan planet Merkurius (jarak dari matahari 57,9 × 106 km, atau 0,39 SA), Venus (108,2 × 106 km, 0,72 SA), Bumi (149,6 × 106 km, 1 SA) dan Mars (227,9 × 106 km, 1,52 SA). Ukuran diameternya antara 4.878 km dan 12.756 km, dengan massa jenis antara 3,95 g/cm3 dan 5,52 g/cm3.

Antara Mars dan Yupiter terdapat daerah yang disebut sabuk asteroid, kumpulan batuan metal dan mineral. Kebanyakan asteroid-asteroid ini hanya berdiameter beberapa kilometer (lihat: Daftar asteroid), dan beberapa memiliki diameter 100 km atau lebih. Ceres, bagian dari kumpulan asteroid ini, berukuran sekitar 960 km dan dikategorikan sebagai planet kerdil. Orbit asteroid-asteroid ini sangat eliptis, bahkan beberapa menyimpangi Merkurius (Icarus) dan Uranus (Chiron).

Pada zona planet luar, terdapat planet gas raksasa Yupiter (778,3 × 106 km, 5,2 SA), Uranus (2,875 × 109 km, 19,2 SA) dan Neptunus (4,504 × 109 km, 30,1 SA) dengan massa jenis antara 0,7 g/cm3 dan 1,66 g/cm3.

Jarak rata-rata antara planet-planet dengan matahari bisa diperkirakan dengan menggunakan baris matematis Titus-Bode. Regularitas jarak antara jalur edaran orbit-orbit ini kemungkinan merupakan efek resonansi sisa dari awal terbentuknya Tata Surya. Anehnya, planet Neptunus tidak muncul di baris matematis Titus-Bode, yang membuat para pengamat berspekulasi bahwa Neptunus merupakan hasil tabrakan kosmis.

Matahari

Matahari adalah bintang induk Tata Surya dan merupakan komponen utama sistem Tata Surya ini. Bintang ini berukuran 332.830 massa bumi. Massa yang besar ini menyebabkan kepadatan inti yang cukup besar untuk bisa mendukung kesinambungan fusi nuklir dan menyemburkan sejumlah energi yang dahsyat. Kebanyakan energi ini dipancarkan ke luar angkasa dalam bentuk radiasi eletromagnetik, termasuk spektrum optik.

Matahari dikategorikan ke dalam bintang kerdil kuning (tipe G V) yang berukuran tengahan, tetapi nama ini bisa menyebabkan kesalahpahaman, karena dibandingkan dengan bintang-bintang yang ada di dalam galaksi Bima Sakti, matahari termasuk cukup besar dan cemerlang. Bintang diklasifikasikan dengan diagram Hertzsprung-Russell, yaitu sebuah grafik yang menggambarkan hubungan nilai luminositas sebuah bintang terhadap suhu permukaannya. Secara umum, bintang yang lebih panas akan lebih cemerlang. Bintang-bintang yang mengikuti pola ini dikatakan terletak pada deret utama, dan matahari letaknya persis di tengah deret ini. Akan tetapi, bintang-bintang yang lebih cemerlang dan lebih panas dari matahari adalah langka, sedangkan bintang-bintang yang lebih redup dan dingin adalah umum.[13]

Dipercayai bahwa posisi matahari pada deret utama secara umum merupakan "puncak hidup" dari sebuah bintang, karena belum habisnya hidrogen yang tersimpan untuk fusi nuklir. Saat ini Matahari tumbuh semakin cemerlang. Pada awal kehidupannya, tingkat kecemerlangannya adalah sekitar 70 persen dari kecermelangan sekarang.[14]

Matahari secara metalisitas dikategorikan sebagai bintang "populasi I". Bintang kategori ini terbentuk lebih akhir pada tingkat evolusi alam semesta, sehingga mengandung lebih banyak unsur yang lebih berat daripada hidrogen dan helium ("metal" dalam sebutan astronomi) dibandingkan dengan bintang "populasi II".[15] Unsur-unsur yang lebih berat daripada hidrogen dan helium terbentuk di dalam inti bintang purba yang kemudian meledak. Bintang-bintang generasi pertama perlu punah terlebih dahulu sebelum alam semesta dapat dipenuhi oleh unsur-unsur yang lebih berat ini. Bintang-bintang tertua mengandung sangat sedikit metal, sedangkan bintang baru mempunyai kandungan metal yang lebih tinggi. Tingkat metalitas yang tinggi ini diperkirakan mempunyai pengaruh penting pada pembentukan sistem Tata Surya, karena terbentuknya planet adalah hasil penggumpalan metal.[16]

Sumber : Wikipedia

Sejarah Penemuan Tata Surya

Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia "lebih tajam" dalam mengamati benda langit yang tidak bisa diamati melalui mata telanjang.

Karena teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa matahari adalah pusat alam semesta, bukan Bumi, yang sebelumnya digagas oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543). Susunan heliosentris adalah Matahari dikelilingi oleh Merkurius hingga Saturnus.
Model heliosentris dalam manuskrip Copernicus.

Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter.

Perkembangan teleskop juga diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571-1630) dengan Hukum Kepler. Dan puncaknya, Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan hukum gravitasi. Dengan dua teori perhitungan inilah yang memungkinkan pencarian dan perhitungan benda-benda langit selanjutnya

Pada 1781, William Herschel (1738-1822) menemukan Uranus. Perhitungan cermat orbit Uranus menyimpulkan bahwa planet ini ada yang mengganggu. Neptunus ditemukan pada Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan orbit Uranus. Pluto kemudian ditemukan pada 1930.

Pada saat Pluto ditemukan, ia hanya diketahui sebagai satu-satunya objek angkasa yang berada setelah Neptunus. Kemudian pada 1978, Charon, satelit yang mengelilingi Pluto ditemukan, sebelumnya sempat dikira sebagai planet yang sebenarnya karena ukurannya tidak berbeda jauh dengan Pluto.

Para astronom kemudian menemukan sekitar 1.000 objek kecil lainnya yang letaknya melampaui Neptunus (disebut objek trans-Neptunus), yang juga mengelilingi Matahari. Di sana mungkin ada sekitar 100.000 objek serupa yang dikenal sebagai Objek Sabuk Kuiper (Sabuk Kuiper adalah bagian dari objek-objek trans-Neptunus). Belasan benda langit termasuk dalam Objek Sabuk Kuiper di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna, dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004).

Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan karena Objek Sabuk Kuiper ini diketahui juga memiliki satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran lebih kecil dari Pluto. Dan puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari Pluto, objek ini juga memiliki satelit.

Sumber : Wikipedia

Asal Usul Tata Surya

Banyak hipotesis tentang asal usul Tata Surya telah dikemukakan para ahli, di antaranya :

Hipotesis Nebula

Hipotesis nebula pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Swedenborg (1688-1772)[1] tahun 1734 dan disempurnakan oleh Immanuel Kant (1724-1804) pada tahun 1775. Hipotesis serupa juga dikembangkan oleh Pierre Marquis de Laplace[2] secara independen pada tahun 1796. Hipotesis ini, yang lebih dikenal dengan Hipotesis Nebula Kant-Laplace, menyebutkan bahwa pada tahap awal, Tata Surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini terbentuk dari debu, es, dan gas yang disebut nebula, dan unsur gas yang sebagian besar hidrogen. Gaya gravitasi yang dimilikinya menyebabkan kabut itu menyusut dan berputar dengan arah tertentu, suhu kabut memanas, dan akhirnya menjadi bintang raksasa (matahari). Matahari raksasa terus menyusut dan berputar semakin cepat, dan cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling matahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam dan planet luar. Laplace berpendapat bahwa orbit berbentuk hampir melingkar dari planet-planet merupakan konsekuensi dari pembentukan mereka.[3]

Pierre-Simon Laplace, pendukung Hipotesis Nebula

Hipotesis Planetisimal

Hipotesis planetisimal pertama kali dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlin dan Forest R. Moulton pada tahun 1900. Hipotesis planetisimal mengatakan bahwa Tata Surya kita terbentuk akibat adanya bintang lain yang lewat cukup dekat dengan matahari, pada masa awal pembentukan matahari. Kedekatan tersebut menyebabkan terjadinya tonjolan pada permukaan matahari, dan bersama proses internal matahari, menarik materi berulang kali dari matahari. Efek gravitasi bintang mengakibatkan terbentuknya dua lengan spiral yang memanjang dari matahari. Sementara sebagian besar materi tertarik kembali, sebagian lain akan tetap di orbit, mendingin dan memadat, dan menjadi benda-benda berukuran kecil yang mereka sebut planetisimal dan beberapa yang besar sebagai protoplanet. Objek-objek tersebut bertabrakan dari waktu ke waktu dan membentuk planet dan bulan, sementara sisa-sisa materi lainnya menjadi komet dan asteroid.

Hipotesis Pasang Surut Bintang

Hipotesis pasang surut bintang pertama kali dikemukakan oleh James Jeans pada tahun 1917. Planet dianggap terbentuk karena mendekatnya bintang lain kepada matahari. Keadaan yang hampir bertabrakan menyebabkan tertariknya sejumlah besar materi dari matahari dan bintang lain tersebut oleh gaya pasang surut bersama mereka, yang kemudian terkondensasi menjadi planet.[3] Namun astronom Harold Jeffreys tahun 1929 membantah bahwa tabrakan yang sedemikian itu hampir tidak mungkin terjadi.[3] Demikian pula astronom Henry Norris Russell mengemukakan keberatannya atas hipotesis tersebut.[4]

Hipotesis Kondensasi

Hipotesis kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper (1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesis kondensasi menjelaskan bahwa Tata Surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.

Gerard Kuiper, pendukung Hipotesis Kondensasi


Hipotesis Bintang Kembar


Hipotesis bintang kembar awalnya dikemukakan oleh Fred Hoyle (1915-2001) pada tahun 1956. Hipotesis mengemukakan bahwa dahulunya Tata Surya kita berupa dua bintang yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan serpihan-serpihan kecil. Serpihan itu terperangkap oleh gravitasi bintang yang tidak meledak dan mulai mengelilinginya.

Sumber : wikipedia