Jumat, 05 November 2010

Justin Bieber Mengamuk Karena Gagal Ujian SIM

Justin Bieber Mengamuk?? Siapa sih yang gak kenal dengan Justin Bieber, Justin Bieber yang selama ini terlihat berwajah polos, ternyata punya sifat pemarah dan cenderung temperamental. Remaja 16 tahun ini, bahkan masih cengeng. Menurut sebuah sumber, gara-gara gagal dalam mendapatkan SIM Bieber langsung mengamuk, marah-marah, dan menangis. Dia bahkan berteriak ke arah para pengendara motor yang lewat sambil memaki. Justin Bieber Mengamuk Karena Gagal Ujian SIM.

Sifat pemarahnya ini diketahui ketika Bieber diketahui gagal dalam ujian tes mengemudi untuk mendapatkan SIM (Surat Ijin Mengemudi). Dia merasa sedih dan langsung terbakar emosi, saat tahu dirinya tidak lulus ujian. Dia pun menolak saat diajak ibundanya masuk ke dalam mobil dan pulang ke rumah. Bieber memilih untuk pulang jalan kaki ke rumahnya di tengah hujan deras daripada harus duduk di kursi sebelah supir.

Untuk melepaskan emosinya yang memuncak, Bieber pun meneriakkan kata-kata ‘i hate you’ pada setiap pengemudi mobil yang lewat. “Aku merasa lebih baik setelah meneriakkan kata itu,” ungkap pelantun ‘Baby’ ini. Pengalaman ini pun ia tuliskan dalam buku terbarunya yang berjudul ‘First Step 2 Forever: My Story’ . “Aku tidak akan mau duduk di kursi penumpang. Rasanya seperti bocah 10 tahun saja. Aku bahkan tidak ingin naik mobil ibuku dan duduk di sebelahnya. Aku lebih memilih jalan kaki,” tulisnya dalam buku tersebut.

Benarkah Justin Bieber Phedofilia Berumur 51 tahun ?


NEW YORK,RIMANEWS- Berita mengejutkan datang dari Justin Bieber. Penyanyi yang kini tengah digandrungi para remaja, baru-baru ini dikabarkan kalau dirinya ternyata seorang pria phedofilia (gemar mengawini anak perempuan yang masih kecil/di bawah umur) berusia 51 tahun yang menyamar sebagai bocah 16 tahun.

Pelantun Baby yang dinobatkan sebagai Best New Artist di ajang MTV Video Music Awards 2010, ditangkap pihak kepolisian setelah hasil penyelidikan tersebut terbukti benar.

Pria bernama asli Michael Cote, yang selama ini menyamar sebagai Justin Bieber. Bocah yang selama ini diidolakan remaja di dunia ternyata melakukan kebohongan publik dengan mengenakan topeng karet dan wig.

Terbongkarnya identitas Bieber ini akhirnya terungkap, setelah topeng karet yang ia kenakan terlepas di tengah konsernya.

Bahkan, sebuah analisa dari FBI menemukan bahwa lirik lagu-lagu Bieber pun berisi kata-kata yang bertujuan untuk memanipulasi pikiran gadis-gadis di bawah 16 tahun.

Semua hal mengenai Justin Bieber diungkapkan Onion atas kecurigaannya terhadap salah satu artikel TMZ di mana wajah Justin terlihat mengelupas di atas panggung. Dari situ muncul investigasi terhadap beberapa korban sang bintang fenomenal tersebut.

Benarkah Michael Cote adalah Justin Bieber? Atau hanya sensasi dari Onion News Network yang biasanya menampilkan hal-hal absurd dengan cara profesional mereka?

Dibalik Bencana Tanggal 26

Merapi Meletus
26 Oktober 2010


Gempa Tasikmalaya
26 Juni 2010


Merapi Meletus
26 Mei 2006


Gempa dan Tsunami Aceh
26 Desember 2004


Gempa di Iran
26 Desember 2003


Gempa Turki
26 Desember 1939


Gempa China
26 Desember 1932


Setiap kejadian alam tentu ada hikmahnya. Namun demikian manusia tidak serta merta mengetahui dan menyadari apa hikmah dibalik bencana atau musibah itu baik dari sisi korban jiwa, kejadian alamnya atau bahkan waktu kejadian itu sendiri.

Coba perhatikan lagi kejadian gempa dahsyat dan tsunami paling hebat abad ini yang melanda Aceh, Sumatera dan beberapa negara Asia Tenggara hingga menewaskan lebih dari 210.000 jiwa.

Kejadian itu tanggal 26 Desember 2004 dicatat sebagai tsunami paling dahsyat abad 21 ini. Bila dilihat pada kalender hijriyah atau kalender Islam dan kalender Jawa, maka tanggal itu besamaan dengan 14 Dzulkaidah 1425 H yaitu malam bulan purnama.

Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus tanggal 26 Mei 2006 yang menewaskan banyak korban jiwa. Saat itu gunung Merapi juga batuk menyemburkan awan panas wedhus gembel yang menyapu kawasan wisata di sekitar lereng Merapi serta menurunkan hujan abu yang tebal hingga mencapai 4 kabupaten yaitu Klaten, Sleman, Magelang dan Boyolali.

Tanggal 26 Mei 2006 bila dicek ke penanggalan Jawa atau Hijriah bertepatan 27 Rabiul Akhir 1427 dimana biasanya menjadi titik balik bulan purnama.

Kemudian terjadi gempa bumi Tasikmalaya tanggal 26 Juni 2010 dengan kekuatan 6,3 SR di laut Selatan. Akibat dari gempa itu, setidaknya ada 50 rumah runtuh. Tanggal 26 Juni 2010 bila ditilik pada kalender hijriah bertepatan 14 Rajab 1431 yaitu tepat malam bulan purnama.

Sebelumnya tanggal 26 Desember 2003, gempa 6,4 SR mengguncang daratan Iran tepatnya di kota Bam padat penduduk. Sehingga meluluhlantakkan kota itu dan menewaskan sekitar 45.000 jiwa.

Mundur lagi ke tanggal 26 Desember 1932 terjadi gempa di Kansu China yang menewaskan sedikitnya 70.000 jiwa. Tanggal tersebut bertepatan dengan 27 Syaban 1351 yaitu titik balik bulan purnama.

Bencana gempa bumi 7,9 SR tercatat mengguncang Erzincan Turki tanggal 26 Desember 1939 hingga menewaskan 41.000 jiwa. Tanggal 26 Desember 1939 bila dicek ke penanggalan Islam maka tepat malam bulan purnama yaitu 14 Dzulkaidah 1358 Hijriah.

Dan yang baru saja terjadi adalah meletusnya Gunung Merapi tanggal 26 Oktober 2010 atau tanggal 18 Dzulkaidah yang masih dekat dengan malam bulan purnama.

Mengapa banyak bencana alam terjadi pada tanggal 26 atau berdekatan dengan malam bulan purnama? Silakan pembaca mencermati dan menggali hikmah dibalik peristiwa demi peristiwa. (*)

Duka Indonesia

DUA bencana besar menimpa Indonesia secara berturut-turut. Pertama adalah gempa bumi berdampak tsunami yang menyapu habis Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Kedua, letusan Gunung Merapi di Yogyakarta yang meminta korban jiwa yang juga tidak kalah besarnya.

Gempa bumi berdampak tsunami di Kepulauan Mentawai baru kita ketahui akibatnya sehari setelah bencana terjadi. Ketika gempa bumi pertama kali terjadi, pusat dan kekuatan gempa memang berhasil dideteksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMG). Bahkan kemudian peringatan terhadap kemungkinan datangnya tsunami segera disampaikan kepada masyarakat.

Kita ikuti dari pemberitaan bagaimana penduduk di Padang sempat meninggalkan daerah pantai karena khawatir akan ancaman tsunami. Gempa dengan kekuatan 7,2 skala Richter memang tidak bisa dianggap kecil, karena goncangannya terasa sampai ke Singapura.

Namun BMG kemudian mengumumkan bahwa ancaman tsunami itu berakhir. Kekhawatiran tsunami tidak terjadi. Memang untuk wilayah Padang tidak ada gelombang tinggi yang menyapu habis daerah pantai.

Kita baru tahu keesokan harinya ketika ada kabar dari Kepulauan Mentawai bahwa telah terjadi bencana tsunami. Gelombang laut yang mencapai ketinggian 12 meter dan masuk hingga 600 meter ke arah daratan menyapu semua yang kemudian dilewati. Sampai hari Rabu tercatat 128 orang meninggal dunia dan lebih dari 400 warga dinyatakan hilang.

Belum lagi hilang kepedihan kita atas bencana tsunami yang harus dialami saudara kita yang tinggal di Kepulauan Mentawai, kemarin sore kita dihadapkan pada kenyataan lain, yakni meletusnya Gunung Merapi. Aktivitas yang terus meningkat dari gunung tersebut, mencapai puncak ketika Gunung Merapi meletus untuk melepaskan energi yang disimpannya.

Awan panas yang dilepaskan tanpa ampun merusak seluruh benda yang terlewati, termasuk sejumlah warga yang tidak mau meninggalkan kawasan berbahaya. Sampai hari Rabu tercatat 25 orang warga meninggal dunia karena terpaan awan panas.

Ketika bencana alam terjadi, tantangan yang kita hadapi bagaimana mengurangi penderitaan masyarakat yang terkena korban. Kepada yang meninggal dunia, tentunya kita harus memakamkannya secara baik. Namun tantangan yang lebih berat adalah bagaimana menangani mereka yang selamat dari bencana.

Dengan harta benda yang habis karena bencana, maka kita harus memberikan modal bagi mereka untuk bisa bertahan hidup. Mereka bukan hanya membutuhkan naungan dan pakaian, tetapi mereka butuh modal untuk melanjutkan perjalanan hidup mereka.

Tanggung jawab untuk itu pertama-tama tentunya berada di tangan pemerintah. Pemerintah harus memastikan bahwa penderitaan masyarakat tidak berlanjut pascabencana. Bahkan pemerintah harus bisa membangunkan kembali harapan dari para korban yang selamat.

Pada tempatnya apabila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memercepat kunjungan kenegaraan dan segera kembali ke Tanah Air. Segala persoalan internasional menjadi kalah berarti ketika bencana besar terjadi di Tanah Air.

Dua bencana besar yang terjadi hampir bersamaan membawa duka yang luar biasa kepada masyarakat. Presiden sepantasnya berada dekat dengan rakyatnya yang sedang menderita, agar harapannya kembali bangkit.

Gerakan dari pemerintah dan juga Presiden tentunya akan menarik masyarakat untuk turut menyingsingkan lengan baju membantu mereka yang sedang menderita. Masyarakat kita selama ini menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi, mereka langsung turun tangan untuk membantu ketika ada saudara mereka yang menderita.

Bantuan masyarakat tidak harus dalam materi. Bantuan tenaga dan dukungan moral tidak kalah pentingnya untuk memulihkan kepercayaan diri para korban. Gerakan "Pray for Indonesia" atau "Doa untuk Indonesia" misalnya, merupakan bentuk kepedulian yang luar biasa.

Duka yang kita alami sebagai bangsa sungguh luar biasa beratnya. Namun kita tidak mungkin hanya bisa larut dalam kedukaan, tetapi harus bangkit untuk melanjutkan hidup ini. Kita harus berusaha sambil berdoa bagi kehidupan yang lebih baik bagi bangsa ini.

Sumber : google

Merapi Meletus, Indonesia Menangis


YOGYAKARTA – Gunung merapi meletus di Indonesia tahun 2010, dengan mengeluarkan awan panas yang tercatat sejak pukul 17.02 WIB. ” Sejak 17.02 WIB hingga 17.34 WIB terjadi empat kali awan panas dan sampai sekarang awan panas terus muncul susul menyusul tidak berhenti” kata Surono, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi di Yogyakarta, Selasa 26 Oktober 2010.


Menurut dia, munculnya awan panas tersebut menjadi tanda sebagai erupsi Gunung Merapi. Awan panas pertama yang muncul pada pukul .02 WIb mengarah ke barat. Namun awan panas yang berikutnya tidak dapat terpantau dengan baik karena kondisi cuaca di puncak Merapi cukup gelap dan hujan.

Sirine bahaya di Kaliurang, Sleman berbunyi pada pukul 17.57 WIB. Pada pukul 18.05 WIB Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta menarik semua petugas dari pos pengamatan.

” Pada 2006, awan panas terjadi selama tujuh menit. Namun pada tahun ini, awan panas sudah terjadi lebih dari 20 menit” katanya.

Lamanya awan panas tersebut, lanjut dia, menunjukkan energi yang cukup besar. Pada pukul 18.00 WIB terdengar letusan sebanyak tiga kali yang terdengar dari pos Jrakah dan pos Selo yang disusul dengan asap membumbung setinggi 1,5 kilometer mengarah ke selatan. ” Tipe letusan Merapi dipastikan eksplosif” ujarnya.

evakuasi korban meletus gunung merapi

Upaya evakuasi terhadap korban awan panas Gunung Merapi, Selasa, malam terkendala hujan abu vulkanik yang pekat dan panas yang masih menyelimuti Kawasan Rawan Bencana III .

“Kawasan Rawan Bencana (KRB) III meliputi wilayah Kecamatan Cangkringan, Pakem dan Turi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,” kata petugas tim penolong dari Korem 072/Pamungkas, Letkol Beni Nugroho di Posko Utama Penanggulangan Bencana Alam Gunung Merapi Meletus 2010 di Pakem, Kabupaten Sleman.

evakuasi warga gunung merapi
Ia mengatakan, upaya evakuasi oleh tim penolong baru bisa mencapai wilayah paling tinggi yaitu di kawasan pintu gerbang objek wisata Kaliurang atau 10 kilometer dari puncak Gunung Merapi, sehingga untuk KRB III belum dapat ditembus oleh petugas tim penolong.

“Saat ini kami tengah mengupayakan lampu penerangan maupun lampu sorot karena listrik PLN di kawasan tersebut padam sehingga kondisinya gelap gulita,” katanya.

Menurut dia, kemungkinan upaya evakuasi terhadap korban lainnya yang ada di KRB III akan dilakukan jika hujan abu vulkanik mereda.

korban gunung merapi

Jumlah korban awan panas hingga Selasa pukul 20.00 WIB tercatat 15 orang, sebagian besar warga beberapa desa di Kecamatan Cangkringan, kawasan selatan kaki gunung merapi ini.

Saya hanya bisa berdo’a semoga bencana gunung merapi meletus ini cepat selesai dan kepada keluarga korban bersabar dan berdo’a.

sumber dari : google

Tragedi Gunung Krakatau




Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Nama ini pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana yang, karena letusan pada tanggal 26-27 Agustus 1883, kemudian sirna. Letusannya sangat dahsyat dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.

Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.

Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.

Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut.

Gunung Krakatau Purba

Melihat kawasan Gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba, yang merupakan induk dari Gunung Krakatau yang meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari bebatuan andesitik.

Catatan mengenai letusan Krakatau Purba yang diambil dari sebuah teks Jawa Kuno yang berjudul Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari tahun 416 Masehi. Isinya antara lain menyatakan:
“ Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula.... Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatera ”

Pakar geologi Berend George Escher dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian alam yang diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks tersebut disebut Gunung Batuwara. Menurut buku Pustaka Raja Parwa tersebut, tinggi Krakatau Purba ini mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut, dan lingkaran pantainya mencapai 11 kilometer.

Akibat ledakan yang hebat itu, tiga perempat tubuh Krakatau Purba hancur menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Sertung, dalam catatan lain disebut sebagai Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil dan Pulau Sertung. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung- jawab atas terjadinya abad kegelapan di muka bumi. Penyakit sampar bubonic terjadi karena temperatur mendingin. Sampar ini secara signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka bumi.

Letusan ini juga dianggap turut andil atas berakhirnya masa kejayaan Persia purba, transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh teka-teki. Ledakan Krakatau Purba diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkiraan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut telah membentuk perisai atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar 5-10 derajat selama 10-20 tahun.

Munculnya Gunung Krakatau

Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung Krakatau Purba kemudian tumbuh sesuai dengan dorongan vulkanik dari dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Krakatau (atau Gunung Rakata) yang terbuat dari batuan basaltik. Kemudian, dua gunung api muncul dari tengah kawah, bernama Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan yang kemudian menyatu dengan Gunung Rakata yang muncul terlebih dahulu. Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut Gunung Krakatau.

Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 menghasilkan lava andesitik asam. Lalu pada tahun 1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus. Setelah masa itu, tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada hari itu, setelah 200 tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan dahsyat di Selat Sunda. Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada 26-27 Agustus 1883.

Erupsi 1883

Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, meledaklah gunung itu. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.

Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.

Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencavai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.

Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata dimana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.

Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak (Serang) hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatera Bagian selatan. Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer.

Anak Krakatau

Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40 kaki. Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 7.500 inci atau 500 kaki lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.

Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli geologi memprediksi letusan in bakal terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 juga tidak bisa diabaikan.

Menurut Profesor Ueda Nakayama salah seorang ahli gunung api berkebangsaan Jepang, Anak Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan kecil, hanya ada saat-saat tertentu para turis dilarang mendekati kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkan gunung api ini. Para pakar lain menyatakan tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan kembali meletus. Kalaupun ada minimal 3 abad lagi atau sesudah 2325 M. Namun yang jelas, angka korban yang ditimbulkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya.


sumber dari : Wikipedia Indonesia

Danau Toba yang dahulunya adalah Gunung Toba

Super vulkanik Gunung Toba yang kini telah berubah menjadi Danau Toba yang sebenarnya adalah kaldera dengan Pulau Samosir ditengahnya
Gunung Toba adalah super volcano yaitu gunung aktif dalam kategori sangat besar, meletus terakhir sekitar 74.000 tahun lalu yang kini hanyalah sebuah danau yaitu Danau Toba, Sumatra Utara, Indonesia yang merupakan bekas kaldera terbesar di dunia.


Bukti Ilmiah
Pada tahun 1939, geolog Belanda Van Bemmelen melaporkan, Danau Toba, yang panjangnya 100 kilometer dan lebarnya 30 kilometer, dikelilingi oleh batu apung peninggalan dari letusan gunung. Karena itu, Van Bemmelen menyimpulkan, Toba adalah sebuah gunung berapi. Belakangan, beberapa peneliti lain menemukan debu rhyolit yang seusia dengan batuan Toba di Malaysia, bahkan juga sejauh 3.000 kilometer ke utara hingga India Tengah.
Beberapa ahli kelautan pun melaporkan telah menemukan jejak-jejak batuan Toba di Samudra Hindia dan Teluk Bengal. Para peneliti awal, Van Bemmelen juga Aldiss & Ghazali (1984) telah menduga Toba tercipta lewat sebuah letusan maha dahsyat. Namun peneliti lain, Vestappen (1961), Yokoyama dan Hehanusa (1981), serta Nishimura (1984), menduga kaldera itu tercipta lewat beberapa kali letusan. Peneliti lebih baru, Knight dan sejawatnya (1986) serta Chesner dan Rose (1991), memberikan perkiraan lebih detail: kaldera Toba tercipta lewat tiga letusan raksasa.
Penelitian seputar Toba belum berakhir hingga kini. Jadi, masih banyak misteri di balik raksasa yang sedang tidur itu. Salah satu peneliti Toba angkatan terbaru itu adalah Fauzi dari Indonesia, seismolog pada Badan Meteorologi dan Geofisika. Sarjana fisika dari Universitas Indonesia lulusan 1985 ini berhasil meraih PhD dari Renssealer Polytechnic Institute, New York, pada 1998, untuk penelitiannya mengenai Toba.

Berada di tiga lempeng tektonik

Letak Gunung Toba (kini: Danau Toba), di Indonesia memang rawan bencana. Hal ini terkait dengan posisi Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng tektonik, yakni Aurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Sebanyak 80% dari wilayah Indonesia, terletak di lempeng Aurasia, yang meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Banda.
Lempeng benua ini hidup, setiap tahunnya mereka bergeser atau menumbuk lempeng lainnya dengan jarak tertentu. Lempeng Aurasia yang merupakan lempeng benua selalu jadi sasaran. Lempeng Indo-Australia misalnya menumbuk lempeng Aurasia sejauh 7 cm per tahun. Atau Lempeng Pasifik yang bergeser secara relatif terhadap lempeng Aurasia sejauh 11 cm per tahun. Dari pergeseran itu, muncullah rangkaian gunung, termasuk gunung berapi Toba.
Jika ada tumbukan, lempeng lautan yang mengandung lapisan sedimen menyusup di bawahnya lempeng benua. Proses ini lantas dinamakan subduksi atau penyusupan.
Gunung hasil subduksi, salah satunya Gunung Toba. Meski sekarang tak lagi berbentuk gunung, sisa-sisa kedasahyatan letusannya masih tampak hingga saat ini. Danau Toba merupakan kaldera yang terbentuk akibat meletusnya Gunung Toba sekitar tiga kali yang pertama 840 juta tahun lalu dan yang terakhir 74.000 tahun lalu. Bagian yang terlempar akibat letusan itu mencapai luas 100 km x 30 km persegi. Daerah yang tersisa kemudian membentuk kaldera. Di tengahnya kemudian muncul Pulau Samosir.

Letusan
Sebelumnya Gunung Toba pernah meletus tiga kali.
Letusan pertama terjadi sekitar 840 juta tahun lalu. Letusan ini menghasilkan kaldera di selatan Danau Toba, meliputi daerah Prapat dan Porsea.
Letusan kedua yang memiliki kekuatan lebih kecil, terjadi 500 juta tahun lalu. Letusan ini membentuk kaldera di utara Danau Toba. Tepatnya di daerah antara Silalahi dengan Haranggaol. Dari dua letusan ini, letusan ketigalah yang paling dashyat.
Letusan ketiga 74.000 tahun lalu menghasilkan kaldera, dan menjadi Danau Toba sekarang dengan Pulau Samosir di tengahnya.
Gunung Toba ini tergolong Supervolcano. Hal ini dikarenakan Gunung Toba memiliki kantong magma yang besar yang jika meletus kalderanya besar sekali. Volcano kalderanya ratusan meter, sedangkan Supervolacano itu puluhan kilometer.
Yang menarik adalah terjadinya anomali gravitasi di Toba. Menurut hukum gravitasi, antara satu tempat dengan lainnya akan memiliki gaya tarik bumi sama bila mempunyai massa, ketinggian dan kerelatifan yang sama. Jika ada materi yang lain berada di situ dengan massa berbeda, maka gaya tariknya berbeda. Bayangkan gunung meletus. Banyak materi yang keluar, artinya kehilangan massa dan gaya tariknya berkurang. Lalu yang terjadi up-lifting (pengangkatan). Inilah yang menyebabkan munculnya Pulau Samosir.
Magma yang di bawah itu terus mendesak ke atas, pelan-pelan. Dia sudah tidak punya daya untuk meletus. Gerakan ini berusaha untuk menyesuaikan ke normal gravitasi. Ini terjadi dalam kurun waktu ribuan tahun. Hanya Samosir yang terangkat karena daerah itu yang terlemah. Sementara daerah lainnya merupakan dinding kaldera.

sumber : www.google.com