Minggu, 07 November 2010

Jakarta Diramalkan Tenggelam pada 2012

Buat kalian yg tinggal di Jakarta waspadalah! Ini ada peringatan mengerikan dari pakar teknik lingkungan Universitas Indonesia. Tanda-tanda itu terlihat dari penurunan tanah Jakarta semakin mengkhawatirkan, rata 10 cm setiap tahun. Tanah wilayah Jakarta Barat misalnya, dalam 11 tahun terakhir, telah turun 1,2 meter. Nah loh..??!!

Masih ingat 'kehebohan' tahun lalu ketika dikabarkan sejumlah bangunan sekitar Thamrin retak-retak dan amblas akibat penurunan permukaan tanah. Malah ketika itu sempat muncul ramalan kalau Jakarta bakal tenggelam 2025. Lepas dari soal waktu persis Jakarta bakal tenggelam, namun itu menunjukkan kemungkinan bencana itu. Ingin tahu detail penjelasannya berikut cuplikan beritanya.***

Peneliti teknik lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali, memperkirakan Jakarta akan tenggelam sebelum tahun 2012. Itu lantaran penyedotan air tanah secara berlebihan di Jakarta sehingga permukaan tanah Ibu Kota semakin turun. "Tidak hanya tenggelam, kita juga akan kehausan," kata doktor lulusan University of Wisconsin kepada Tempo..

Perhitungan tersebut berdasarkan data penurunan permukaan tanah di Jakarta yang rata-rata 10 sentimeter setiap tahun. Di Jakarta Barat, selama 11 tahun terakhir, permukaan tanah turun 1,2 meter. Di wilayah Kemayoran dan Thamrin, Jakarta Pusat, dalam 8 tahun terakhir turun 80 sentimeter. "Jika kondisi ini terus berlanjut, permukaan tanah Jakarta akan berada di bawah permukaan air laut," ujar Firdaus.

Segendang sepenarian, Ketua Harian Komite Evaluasi Lingkungan Kota Darrundono mengungkapkan eksploitasi air tanah berlebihan menyebabkan permukaan tanah turun. Menurut dia, suplai air tanah tak bertambah, sedangkan penggunaan semakin besar. "Krisis air tanah di Jakarta sudah memasuki tahap berbahaya," ujarnya.

Pemerintah DKI Jakarta berencana menaikkan tarif air tanah untuk rumah tangga mewah hingga industri 6-16 kali lipat dari sebelumnya. Kenaikan ini untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap air tanah yang makin eksploitatif (Koran Tempo, 28 Februari 2009).

Menaikkan tarif air tanah, menurut Firdaus, merupakan salah satu instrumen untuk mengurangi penggunaan air tanah. Para pengguna air tanah akan dialihkan menjadi pengguna layanan Perusahaan Air Minum (PAM). "Makanya tarif air tanah harus lebih mahal dari tarif PAM," ujarnya.

Setiap tahun, Firdaus melanjutkan, sebanyak 320 juta meter kubik air disedot dari dalam tanah. Padahal angka aman hanya 38 juta meter kubik. Sementara itu, data resmi hanya 21 juta meter kubik. "Sisanya itu mencuri," katanya.

Menurut Firdaus, pengambilan air tanah yang gila-gilaan menyebabkan perut bumi kosong sehingga permukaan tanah turun akibat tekanan. Saat ini saja semakin banyak wilayah yang cekung. "Hujan lokal saja bisa membuat banyak daerah tergenang," katanya.

Turunnya permukaan tanah ini, kata Darrundono, menyebabkan Jakarta perlahan-lahan akan berada di bawah permukaan air laut. Intrusi air laut saat ini sudah mencapai 11-12 kilometer dari garis pantai. "Intrusi air laut sudah memasuki wilayah Setia Budi, Jakarta Selatan. Banjir akan semakin dahsyat," ujarnya. Intrusi air laut dan penurunan permukaan tanah juga bisa membuat bangunan ambles.Darrundono juga mengkritik pembangunan superblok dan gedung tinggi yang bertebaran di Jakarta. Pembangunan ini ikut menggerus persediaan air tanah.

JALAN-JALAN di Muara Baru dan beberapa pembatas jalan di Ibukota Jakarta terlihat tenggelam akibat banjir beberapa bulan lalu. Sebuah showroom mobil BMW juga tampak tergenang air yang menjadikan hal ini sebuah pemandangan aneh.Beberapa bangunan di poros Monas sampai Semanggi dikabarkan amblas sehingga Pemprov DKI Jakarta berencana meneliti lapisan dan struktur tanah di sepanjang poros itu. Demikian diungkapkan Kepala Dinas Penataan danPengawasan (P2B) DKI Jakarta Hari Sasongko dalam konferensi pers di Balaikota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Rabu (16/4). Tadi kita ketemu dengan peneliti geologi dari Bandung. Kita sepakat untuk meneliti sondir atau lapisan tanah sepanjang Monas ke Semanggi. Itu untuk antisipasi," ujar Hari. Menurut Hari, penelitian itu bermanfaaat banyak. Selain bisa memetakan penurunan tanah, juga menunjukkan kawasan mana yang berbahaya untuk bangunan. Datanya sebenarnya sudah ada, tinggal nanti kita kumpulkan dan diolah sehingga keluar gambar gambar.

Lalu mengapa di Monas-Semanggi saja? Karena di tempat itu sekarang sedang terjadi penurunan tanah jelasnya. Sebelumnya, beberapa bangunan di Jl MH Thamrin yang terletak di poros Monas-Semanggi dikabarkan mengalami penurunan. Gedung-gedung yang diisukan antara lain Gedung BPPT, Gedung Depag, dan Plasa Sarinah. Itu baru awal. Diramalkan, pada 6 Desember 2025 nanti, pemandangan tersebut akan dua kali lebih ekstrem lagi.
Seperti dilaporkan koran Singapura, The Straits Times edisi Rabu (16/4), bahwa sebuah studi yang dilakukan Bank Dunia menjabarkan bagaimana cara mengatasi keadaan tersebut. Hal ini terjadi karena penggunaan tanah secara berlebihan dan berdirinya gedung-gedung tinggi. Hal ini juga didorong absorbsi air tanah menyebabkan wilayah Jakarta Utara turun mencapai 40-60 cm dari aslinya. Para ilmuwan menjelaskan, gelombang pasang dalam siklus 18,5 tahunan sebelumnya melanda Jakarta pada tahun 2007. Peristiwa yang sama pernah terjadi pada 1989, namun tidak sampai menyebabkan banjir di kawasan pesisir Jakarta. Alasan utamanya adalah bukan karena perubahan cuaca. Akan tetapi karena penurunan struktur tanah Jakarta, kata Jan Jaap Brinkman seorang peneliti lembaga riset Delft Hydraulics dari Belanda. Brinkman berpendapat, banjir pasang tersebut bukan disebabkan oleh perubahan iklim. "Terjadi kebingungan disini. Banyak yang bilang climate change, tapi sebenarnya bukan itu penyebabnya. Penyebab utamanya adalah siklus bulan terhadap bumi," jelas Brinkman.
Alasannya, air pasang yang menyebabkan banjir itu terjadi dalam periode 20 tahun sekali dan akan terjadi lagi pada 2025. Di sisi lain, permukaan tanah Jakarta terus turun. "Jakarta turun tapi gelombang pasangnya naik," ujarnya. Ketika banjir pada 26 November 2007 lalu, ketinggian air pasang mencapai 220 cm, lebih tinggi 30 cm dari ketinggian tanggul. Kondisi ini pernah terjadi pada 1989, tapi tak membanjiri Jakarta. "Saat itu Jakarta lebih tinggi 50 cm dari permukaan laut," jelas Brinkman.

Perhatikan drainase Kini, 18 tahun kemudian, ketinggian Jakarta berkurang 40-60 cm akibat penurunan tanah. Bila penurunan ini terus berlangsung hingga 20 tahun mendatang, Jakarta akan tenggelam pada 2025. Kala itu ketinggian air laut akibat pasang dan perubahan iklim mencapai 225 cm. Brinkman menambahkan bahwa akibat banjir itu, air laut akan ikut menenggelamkan Istana Presiden di Jakarta. Pada 6 Desember 2025 nanti, diramalkan puncak air akan mencapai ketinggian puncaknya dan tentu saja akan menenggelamkan istana Presiden tersebut. "Akan menyebabkan masalah yang besar. Jika ada badai dan Indonesia tak melakukan apa pun, ketinggian air bisa 255 cm," katanya. "Penurunan tanah hingga 2025 diprediksi mencapai 50 cm,"imbuh dia. Menurut Brinkman, pembangunan Deep Tunnel Purposes tak akan menyelesaikan banjir di Jakarta. Ada cara yang lebih mudah dan murah. Cara itu adalah menyelesaikan dan mengembangkan Kanal Banjir Timur dan Kanal Banjir Barat yang diikuti dengan peningkatan kapasitas Sungai Cipinang dan Sunter. Selain itu, mengoptimalkan pintu air Manggarai dan menghubungkan Sungai Ciliwung dengan Kanal Banjir Timur dan Barat. "Kalau dilakukan, kemungkinan terjadinya banjir berkurang, tidak lagi dua atau lima tahun sekali," ujar Brinkman. Brinkman juga meminta pembangunan gedung-gedung bertingkat di Jakarta harus memerhatikan drainase. Hal ini sangat penting karena saluran air diperlukan untuk mengeluarkan air dari tengah kota.

Sementara itu Kepala Badan Regulator Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya, Achmad Lanti, mengingatkan bahwa bahaya banjir ini juga akan mengancam ketersediaan air minum di Jakarta. Saat ini saja, kebutuhan air Jakarta hanya sanggup dilayani sebanyak 75 persen saja dari sumber air yang ada saat ini. Apalagi jika air laut mencemari sumber air Jakarta, maka kebutuhan air masyarakat Jakarta akan semakin terancam. Saat ini, kebutuhan air kita cukup mencemaskan. Apalagi jika banjir ini mengancam Jakarta, paparnya. Pembuatan sarana penampungan air bisa dikatakan sebagai salah satu solusi mengatasi masalah air bersih ini.

Sumber : www.korantempo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar